Gerakan Dakwah Intelektual dan Misi Peradaban Menuju Kehidupan Hakiki dalam Ajaran yang Murni
Menilik kembali Deklarasi Kota Barat, ditegaskan bahwa IMM adalah organisasi gerakan mahasiswa Islam yang beramar ma`ruf nahi munkar lillahitaala. Secara falsafah, tugas utama gerakan IMM ialah humanisasi, liberasi dan transendensi dengan Kepribadian Muhammadiyah sebagai landasan perjuangannya. Maksud dari beramar ma`ruf nahi munkar lillahitaala mempunyai tujuan tersirat, yaitu mendakwahkan ajaran agama islam yang berlandaskan dengan spirit Muhammadiyah dalam bertajdid.
IMM merupakan bagian dari gerakan sosial dan dakwah yang dipelopori oleh kelompok istimewa, yakni mahasiswa. Hal ini merupakan langkah strategis dalam melakukan suatu perubahan dengan dukungan mahasiswa sebagai narator dan agen perubahan dunia, serta pemimpin masa depan sesuai fitrah manusia, yakni menjadi hamba dan pemimpin di dunia.
Mahasiswa memiliki privilege istimewa, yaitu menjadi kaum elite terpelajar dengan idealisme dan kebebasannya dalam berpendapat kritis dan berprinsip demi menyongsong perubahan masa depan. IMM hadir dengan integrasi falsafah gerakannya, yaitu gerakan intelektual keilmuan organik untuk membumi dengan beramaliah dan beramar ma'ruf nahi munkar. Hal ini tercermin dalam lafadz “Ilmu Amaliah, Amal ilmiah”, slogan “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”, serta kalimat “Billahi fii Sabililhaq, Fastabiqul Khoirot”.
IMM selalu menegaskan dengan nama Allah untuk selalu berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, tidak untuk ego pribadi atau ego sektoral, tapi berlomba demi kemaslahatan. Lebih lanjut, IMM memiliki tujuan mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat memiliki tujuan mulia, yaitu menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
IMM tidak bisa dilepaskan dengan Muhammadiyah yang selalu bergerak dalam pembaharuan islam yang berkemajuan. Refleksi dari hadits Nabi pun menyatakan sebaik baik kurun waktu adalah setelahku, lalu setelahnya dan setelahnya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَه
“Sebaik-baik manusia adalah masaku, lalu orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Selanjutnya datang kaum-kaum yang kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini dapat dimaknai bahwa semakin lama jarak antara Nabi dengan umat, maka semakin jauh juga kualitas yang terpaut, walau kita sudah melakukan upaya untuk mentajdid ajaran agama Islam. Lalu lantas bagaimanakah kualitas kurun waktu sekarang ini yang sudah amat jauh dari kurun waktu Rasulullah dan sahabat? Ini menjadi kekhawatiran kita bersama. Kekhawatiran manusia bukanlah tanpa dasar, Allah dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 9 berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدً
Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).
Ayat ini mengingatkan kepada kita agar selalu takut meninggalkan generasi penerus bermental lemah dan tidak tahan banting, sehingga tidak bisa melanjutkan perjuangan untuk selalu meningkatkan kemampuan dan berdakwah di jalan Allah. Tetapi Allah memberikan solusi untuk selalu bertakwa, baik pemuda, anak kecil, orang tua dan juga selalu berbicara dengan tutur kata yang baik dan benar dalam hal menjaga hak hak keturunan nya.
IMM sebagai organisasi mahasiswa akademisi islam dari Muhammadiyah, yang mana akademisi pasti berkaitan dengan intelektual organik juga mengkhawatirkan akan terjadinya hal ini. Peran tugas dan tanggung jawab ini dibebankan kepada kawula muda dan generasi tua dalam lingkup Muhammadiyah. Untuk itu, sinergi antara pemuda dan generasi tua harus saling kolaborasi dalam memperbaiki, memperbaharui dan memurnikan ajaran-ajaran Islam untuk didakwahkan sebagai ajaran yang murni. Sehingga kualitas keilmuan juga terjamin dan mempunyai garis runtut sanad keilmuan yang jelas.
Hendaknya para ayahanda memberikan bimbingan dan kepercayaan serta perhatian yang lebih kepada kawula muda, sedang kawula muda juga harus bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan oleh ayahanda dan memperbaiki dirinya serta meningkatkan kualitas diri agar dapat melanjutkan perjuangan persyarikatan.
Sinergi kebersamaan dalam menegakkan kembali nilai-nilai keislaman perspektif Muhammadiyah melalui kerja nyata dengan amaliah-amaliah yang bersifat sosial seperti bidang pendidikan bidang kesehatan dan semua hal yang digunakan untuk melayani umat. Kata tajdid bukan selalu dimaknai dengan pembaharuan, akan tetapi juga memiliki makna pemurnian ajaran agama Islam menjadi agama yang kaffah seperti dahulu tanpa ada percampuran dan penyelewangan ajaran, serta mengajak kembali kepada Al Quran dan As Sunnah.
Permasalahan ini juga mendapat perhatian dalam surat Al-Ashr yang sangat mengkhawatirkan akan terjadinya suatu masa dimana manusia dalam kerugian akibat menyia-nyiakan waktu, kecuali bagi orang beriman dan beramal saleh. Allah Sang Maha Pemurah atas nama waktu memberikan tanda tanda kepada manusia untuk selalu ingat bahwa hidup ialah sesuatu hal yang fana dan dunia diciptakan tak lain tak bukan sebagai ladang bagi manusia untuk membantu dalam beribadah kepada allah.
Dalam sebuah kitab turats hadits dijelaskan betapa benyaknya amal perbuatan dunia bernilai akhirat dan berapa banyak amalan akhirat berakhir dengan nilai dunia karena kelalian kita dalam berniat. Manusia dengan congkaknya mengorientasikan hidup di dunia untuk dunia, semua hal dinilai dengan dunia padahal dunia adalah fatamorgana kehidupan dan harus dimanfaatkan sebaik baiknya.
Deskripsi diatas menjelaskan secara teoritis untuk itu manusia harus memanfaatkan waktu untuk hal hal yang bermanfaat. Imam Nawawi dalam hadits Arbain Nawawi pada hadits ke 40 memberikan resep dan peringatan dalam hidup didunia untuk bertafakkur dan merenungi bahkan mentadabburi hidup di dunia ini. Nabi bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِمَنْكِبَيَّ، فَقَالَ: «كُنْ فِيالدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ المَسَاءَ. وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir”. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika kamu memasuki sore hari, maka jangan menunggu pagi hari. Jika kamu memasuki pagi hari, maka jangan menunggu sore hari. Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416).
Ibnu Rajab rahimakumullah memaknai hadits dengan tidak menganjurkan untuk memperbanyak panjang angan-angan atau tulul amal karena dunia ini hendaknya tidak dijadikan negeri dan tempat tinggal tetap, karena tempat tinggal dan negeri yang sesungguhnya ialah akhirat. Dunia ini cukup menipu, kita merasa tenang ketika berada di dalamnya. Kearifan Jawa mengatakan “Urip mung mampir ngombe”. Jadi kehidupan waktu di dunia itu hanya sementara, ibarat seorang yang hendak minum melanjutkan perjalanan karena perjalanan untuk menuju akhirat sangat dan sungguh panjang.
Yang kedua, hendaknya seseorang hidup di dunia menjadi seorang musafir tidak tinggal sama sekali bahkan malam dan siangnya ia terus berjalan ke negeri tempat tinggalnya. Allah selalu berpesan dalam surat Al-Baqarah ayat 201 yang artinya “Di antara mereka ada juga yang berdoa, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka”. Potongan ayat Alquran ini dijadikan doa yang masyhur atau disebut doa sapu jagat.
IMM bukan sekadar organisasi, tetapi gerakan dakwah intelektual yang mengusung misi besar, yaitu membangun peradaban yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang murni. Hidup di dunia hanyalah persinggahan, tempat menanam amal untuk dituai di akhirat.
Dalam setiap langkahnya, IMM mengajak kader-kadernya untuk tidak terlena oleh fatamorgana dunia, tetapi menjadikannya sebagai medan perjuangan, tempat mengasah intelektual, memperkokoh spiritual, dan mengukir karya nyata bagi umat. Dengan semangat tajdid, IMM meneguhkan peran sebagai penjaga kemurnian ajaran Islam, memastikan setiap jejak yang ditinggalkan bukan hanya berarti di dunia, tetapi juga berharga di akhirat.